Saturday, February 23, 2013

Rectoverso _ a film

Terkadang dan memang tak jarang, cinta yang benar-benar tulus sebenarnya ada tak jauh dari kita, ada di wilayah oksigen yang sama kita hirup. Namun, seringkali kita tidak menyadarinya, tidak pernah, atau ungkin terlambat menyadari karena tidak semua cinta mampu terucap.

Cinta yang tak terucap adalah Rectoverso. Dalam bentuk visualnya, karya Dee ini disajikan secara epik, bukan end to end dari satu cerita ke cerita yang lain. Film ini  merupakan penggabungan lima kisah dengan penggalan-penggalan yang rapi.

Kalau penasaran akan penggambaran seorang autism yang menemukan kenyamanan saat bersama seseorang, kemudian rasa yang ia punya tak mungkin bertepuk karena urusan lain hati, cerita Malaikat Juga Tahu yang akan menyayatmu. Perhatian dan kebaikan yang diberikan pada seorang autism, bisa menumbuhkan cinta yang tulus darinya sehingga apa yang ia terima tak ingin dilepasnya. Seratus yang ia lihat, bagi seorang autism, hanya satu yang sempurna.

Sebuah tanda yang datang menjadi Firasat tentang apa yang akan terjadi. Tidak semuanya mampu menerima kelebihan itu dengan hati lapang jika apa yang difirasatkan adalah benar terjadi. Kehilangan orang yang dicintai adalah hal yang tidak diinginkan. Firasat akan kehilangannya, diliputi rasa takut yang menghantui sekiranya masih wajar, tapi keinginan membatalkan takdir Tuhan dengan apapun cara manusia Tuhan lah yang lebih berkuasa. Kematian adalah hal yang dirahasiakan Tuhan, pun untuk nyawa sendiri.

Kesan pertama yang diberikan seringkali membekas lama, seperti bekas luka. Cicak-Cicak di Dinding. Cicak, bagi orang lain menjijikkan, bagi yang lain lagi dibilang lucu, yang lainnya menganggap cicak itu menyenangkan karena nyamuk yang ditangkapnya tak akan menggigit kulit halus manusia. Bagi seseorang di kisah ini, dia bersedia menunggu lama seekor cicak yang ia lihat hanya sekali, saat pertama kali bertemu. Pada akhirnya, penantiannya itu dijawab dengan garis cinta yang lain dan memberikan luka.

Sahabat adalah orang yang rela berkorban mungkin  mati-matian agar kita bahagia. Mendengar semua keluh kesah atau canda tawa yang kita bagi dengannya adalah cara dia menjaga kita, tanpa harus menceritakan kepada kita apa yang dialaminya. Terkadang kita acuh, hanya ingin didengar, tanpa ingin mendengar. Hingga terasa terlamabat bagi kita untuk menyadari bahwa yang selama ini selalu ada dan mengerti kita adalah sahabat kita sendiri, bukan aktor-aktor yang kita ceritakan kepada sahabat kita. Curhat Buat Sahabat.

Rasa simpati bahkan jatuh hati pada seseorang, tidak semua orang mampu mengungkapkannya. Sebatas mengirimkan sinyal, tanda, atau isyarat kepada yang dia cintai. Hanya Isyarat. Ratusan isyarat yang diberikan adalah nihil, berbanding lurus dengan orang yang sama sekali tidak menginginkan dirinya jatuh cinta. Biar hanya mengagumi dan memiliki dari jauh, itu lebih dari cukup.

Yah, cinta yang tulus itu kepada jiwa bukan hanya raga, dengan jiwa bukan hanya dengan hati. Sempurna kelihatannya jika apa yang kita cintai dengan begitu menjadi lebih dekat dengan kita, memilikinya. Tapi pilihan yang lain adalah cukup memeluknya dengan kebahagiaannya sendiri, meski tak harus memiliki, bahkan dengan tak mengucapkannya.

Jika kamu mempunyai cinta yang tak terucap, biarlah cintamu semakin tulus dengan membiarkannya bahagia dengan caranya sendiri. Mungkin... :)

No comments:

Post a Comment