Wednesday, December 26, 2012

Sewindu Tanpamu dan Aku Masih Selalu Bersamamu

Sewindu yang lalu, aku masih bisa belajar membaca al-Qur'an dengan Ayah, membantu Mamak mengupas bawang saat masak, sering digodain Abang, dan pergi ke surau bersama Kakak. Sewindu yang lalu, adalah terakhir kalinya aku melakukan ritual-ritual semacam itu bersama mereka.

Aku masih kecil untuk berfikir banyak saat itu. Apa yang aku dengar, lihat, rasa, dan raba, semuanya melumpuhkan logika. Aku terus berteriak saat air yang baru kali itu kulihat menerjang segalanya. Tak tertangkap lagi oleh mataku bayangan Ayah, Mamak, Abang, dan Kakak. Sekejap mata aku kehilangan jejaknya.

Terbawa arus, tenggelam bersama gelombang, tubuh ini seperti hendak dihancurkan, tak terbayang sebelumnya bagaimana sakitnya, seberapa banyak air yang masuk ke tubuh kecilku waktu itu, banyaknya luka di tubuhku. Hingga aku tak ingat lagi apa yang terjadi sampai aku terbangun dalam keadaan terlentang di atas ubin sebuah Masjid, yang menggema hanyalah takbir dan istighfar dari lisan orang-orang di sekelilingku.

Ayah... Mamak... Abang... Kakak...

Aku dipeluk oleh tubuh yang sudah lusuh, membisikkan "Allah..." berulang kali di telingaku, terisak, dan semakin erat mendekapku. Mak Cek...

***
Kini sudah sewindu aku hidup tanpa Ayah, Mamak, Abang, dan Kakak. Tak ada lagi senyuman dan pelukan nyata, semua itu kini hanya tinggal kenangan yang tak ingin aku matikan. Setiap korban yang terselamatkan mempunyai cerita yang berbeda, dan kenangan yang tak mudah dilupakan. Kisah Delisa dan hafalan sholatnya adalah satu dari ribuan cerita.

Menggemgam erat tangan Mak Cek, hari ini aku seakan kembali pada kejadian hari itu, sewindu yang lalu. Memandang nama Ayah, Mamak, Abang, dan Kakak, yang tertulis bersama ribuan nama lainnya di dinding Museum Tsunami Aceh.

"Aisha..!"

Aku mendengar suara gadis memanggilku dari sisi kanan aku berdiri. Aku menolehnya, menatap lamat wajahnya, mempelajari garis wajahnya, dan berhasil mengenalnya setelah sewindu tak bertemu. Pada Februari 2005, Mak Cek membawaku ke kota asal suaminya, Kota Bumi Lampung.

"Riani!" Adalah teman sebangkuku saat kelas 1 SD, sewindu yang lalu.

"Peui haba?" (Apa kabar?) sapanya.

"Haba get, kah kiban?" (Kabar baik, bagaimana denganmu?)

"Get Cit" (Baik juga)

Mata kami berkaca-kaca memandang satu sama lain, kemudian haru dalam tangis yang tertumpah di pelukan.

Akan selalu kukirimkan doa untukmu dan saudara-saudaraku semua... Allaahumma 'ghfir lahum wa 'rchamhum wa `aafihim wa`fu `anhum, al-Faatichah...



#SewinduTsunamiAceh
\

Tuesday, December 25, 2012

My 1st Birthday Without You


Dear, Ayah...
Hari ini Ibu memberiku kado ulang tahun, darimu
Tapi aku belum mengerti apa ulang tahun itu
Dan aku belum faham tentang kepulanganmu

Ayah...
Aku terlalu dan masih sangat muda untuk memahami semua
Bahwa ragamu telah tiada
Meninggalkanku dan Ibu untuk meneruskan cita

I miss you, Ayah...
Meski aku belum mampu mengucap "Ayah..."
Aku akan selalu memelukmu dengan doa
Mulai saat aku mengerti bagaimana berdoa

Ayah...
Terima kasih telah menjagaku dan Ibu
Meski dalam waktu yang tak lama
Aku berjanji akan selalu menjaga Ibu
Sebaik yang pernah kau lakukan terhadapnya


*his father passed away 3 days before his 1st birthday

Monday, December 24, 2012

Rasa Itu Ya...

Berkali-kali aku selalu mencoba untuk menahan senyum saat melintasi halte busway yang biasa kau singgahi. Tapi aku selalu saja gagal untuk menahan senyuman. Kenangan itu selalu datang menggoda untuk sekedar tersenyum memandangnya.

Aku dan kamu memang tidak pernah bertutur, mengucap, atau sekedar mengangguk untuk sebuah janji. Tapi dalam hati ini ada suatu perasaan yang tak terelakkan. Mewujud impian akan masa depan. Dan ini bukan cinta yang lahir karena dipaksa ataupun terbiasa.

Terkadang, kau meninggalkanku dalam keramaian sedang kau sembunyi dalam kesunyian. Meninggalkan teka-teki yang harus kujawab sendiri. Tanpa tahu rumus pasti yang bisa memastikan segala emosi.

Kita berbagi dan saling membicarakan perjalanan yang pernah kita tempuh sendirian, itu yang aku inginkan. Tetapi aku tak ingin memaksamu untuk tahu perasaanku,  jika itu akan mengacaukan keakraban. Aku pun tak ingin memaksamu membalas rasaku. Jika pun perasaanmu sama dengan yang kurasa, biarlah semua itu tumbuh seperti adanya. Jika apa yang aku inginkan dari tumbuhnya perasaanku berbanding terbalik dengan hatimu, biarlah semua rasa yang kupunya menjadi cerita hidupku tanpa menyalahkan perasaan.

Karena bisa jadi yang kusuka adalah suatu hal yang tak baik untukku, begitu sebaliknya. Sebaik apapun usahaku untuk menjadi orang tepat yang menghampiri hidupmu, jika itu bukan kehendak-Nya, maka tak ada daya untuk melawan itu semua.

Wahai, Engkau Yang Menjadikan kami berpasang-pasangan… Ridloilah keinginanku jika itu kehendak-Mu. Jika ini hanya sekedar angan-inginku,  mohon bimbing hasratku menuju kehendak-Mu.

Sunday, December 23, 2012

5cm

Akan selalu ada suatu keadaan, kenangan, dan orang-orang tertentu yang pernah singgah dalam hati kita dan meninggalkan jejak langkah di hati kita dan kita pun tidak akan pernah sama lagi seperti kita sebelumnya.
Quote itu saya baca di novel 5cm-nya Bang Donny Dhirgantoro beberapa tahun lalu, saat saya masih belum kenal dunia perkuliahan, enam tahun yang lalu kira-kira. Setelah baca novel itu dengan tertawa, nangis, merinding, dan berbagai emosi lainnya, saya langsung googling tempat agung di Semeru; Ranu Kumbolo, Mahameru, Kalimati, dan semua pesonanya. Rasanya saya ingin buru-buru nyebur di Ranu Kumbolo dan ga muncul-muncul... Hahaha
How could you look so gorgeous, Ranu Kumbolo?!

Kisah persahabatan yang sangat mengesankan. Lima sahabat yang selalu bersama-sama, tak pernah sepekan pun dihabiskan seorang diri. Genta, Zafran, Arial, Ian, dan Riani. Persahabatan yang mereka jalin bertahun-tahun pun menciptakan rasa nyaman. Zona nyaman yang mereka miliki menantang mereka untuk berpisah beberapa waktu (3 bulan) dan akan kembali bertemu dengan petualangan mendaki Mahameru pada 17 Agustus. Pendakian ke samudera di atas awan ini merupakan ide keren dan surprise dari Genta untuk sahabat-sahabatnya.

Di sinilah mereka mulai berubah menjadi manusia seutuhnya. Plus adik Arial, Arinda, mereka melakukan perjalanan yang memberikan pelajaran bahwa Indonesia Raya sangatlah kaya dan amazing!

Wooooowww dan bergemuruh dalam hati rasanya saat baca novelnya. Hingga akhirnya novel yang diburu penikmat bacaan tanah air, yang dicetak lebih dari dua puluh kali ini pun kemudian difilmkan. Tak sabar ingin segera nonton film yang ciamik ini, akhirnya keturutan juga nonton bareng teman saya.
Herjunot Ali (Zafran), Igor Saykoji (Ian), Raline Shah (Riani), Pevita Pearce (Arinda),
Fedi Nuril (Genta), Denny Sumargo (Arial)
Alur cerita dalam film yang sangat rapi, karakter pemeran yang sangat pas membuat saya percaya sejak awal film bahwa film ini tak akan mengecewakan. Yes, that's right! :) Walaupun (saya yakin) ada beberapa bagian dalam novel yang ga dikisahkan dalam film (karena sudah banyak juga bagian-bagian cerita dalam novel yang saya lupa :D) seperti, surat dari Deniek untuk temannya, Adrian yang meninggal di Gunung Semeru, pas sesi ini ada quote bagus gini, Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Bukan hanya seonggok daging yang bernama. Dan cerita ruh pendaki bawa Merah Putih saat di Puncak.

Film ini bagi yang belum baca novelnya, ga bisa ditebak seenaknya. Terbukti, teman saya sedikit terkecoh dengan endingnya. Begitu juga saya saat baca novelnya duluu, saya kira ceritanya ga akan berakhir seperti itu. :D

Kisah persahabatan, cinta, cita-cita, dan nasionalisme yang sangat menyegarkan, menawarkan sebuah pola pikir akan sebuah impian, kepercayaan, usaha, dan wujud nyata.

Bahwa, kata Donny,
"Biarkan keyakinan kamu, 5 centimeter menggantung mengambang di depan kening kamu. Jadi dia nggak akan pernah lepas dari mata kamu. Dan kamu bawa mimpi dan keyakinan kamu setiap hari, kamu lihat setiap hari, dan percaya bahwa kamu bisa. Apapun hambatannya, bilang sama diri kamu sendiri, kalo kamu percaya sama keinginan itu dan kamu nggak akan menyerah. Bahwa kamu akan berdiri lagi setiap kamu jatuh, bahwa kamu akan mengejarnya sampai dapat, apapun itu, segala keinginan, mimpi, cita-cita, keyakinan diri"
"Biarkan keyakinan kamu, 5 centimeter menggantung mengambang di depan kening kamu. Dan setelah itu yang kamu perlu cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, serta mulut yang selalu berdoa."
Ga nyesel pernah menikmati novel keren dan film cakep ini. Dan bahagia bisa nonton film bagus ini dengan sahabat saya yang sangaat baiiiik :)

Monday, November 5, 2012

I Wish...

Aku masih terus berharap, lagi, dan lagi. Always wish for a hope and hope for a wish. Yaah... Karena manusia tidak bisa untuk tidak berharap. Impian, tak lain adalah harapan. Keinginan, tak bukan adalah harapan.

Harapan itu sebuah perjalanan yang akan mempertemukan kita dengan kebahagiaan dan atau kekecewaan. Pasti kita akan bahagia saat apa yang kita harapkan itu terwujud. Kecewa akan hadir saat apa yang terjadi bukanlah apa yang kita harapkan. Menerima apapun yang terjadi dengan hati sumringah dan pikiran bungah akan menjadikan hati kita tenang, lebih senang dengan rasa syukur atas semua hal, sekecil apapun. Ah, kecewa itu pasti, tapi aku mohon, jangan biarkan aku memelihara kecewa begitu lama, Tuhan...

Aku akan terus bermimpi, berharap, dan memperjuangkan impianku dengan iman. Aku percaya Kau Maha Mendengar Semua Pinta. Dan aku sangat percaya apa yang Kau berikan padaku adalah yang terbaik untukku. Saat rencana besarku hancur, tak bertepuk dengan kenyataan, aku tahu Kau lebih tahu apa yang tak hanya aku inginkan, more than just a dream, it will be a big thing for my life. I love You and i know You love me too...

Paringana ati ingkang syukur lan sabar...

Tentang Kita

Kita masih punya lirih yang sama
Tentang luka yang dibasuh kesabaran
Hingga kebahagiaan ada tanpa kecewa
Terbalut ketulusan tak berkesudahan

Persahabatan itu kepedulian,
Bukan kebaikan yang kemudian disakiti
Dan juga pengorbanan,
Bukan janji yang kemudian diingkari

Wahai, Yang Mendengar semua pinta
Jika justru menjadi cela
Biarlah yang beda tetap beda
Tanpa harus dipaksa sama

Jika dengan berbeda
Kebersamaan akan sirna
Biarlah yang sama tetap sama
Tanpa dipecah untuk beda

Ajarkan kepadaku memberi tanpa balas
Menjaga ketenangan agar tak genting
Ajarkan kepadaku untuk bisa ikhlas
Mengabaikan yang tak penting...

29102012

Monday, October 22, 2012

Kamu, Bukan?

Sore tadi hujan, tapi tak lama. Sinar matahari masih sayup dan tidak -dibilang- menyilaukan. Aku melihat pelangi dari jendela kamar. Setengah lingkaran. Cantik. Indah. Mempesona. Hingga mencipta senyum manis dengan garis bibirku. Aku senang walau sekedar menikmati parasnya, tanpa mampu mendekat dan meraih. Aku terpesona. Sungguh.

Kemudian hilang. Membekaskan siluet warna di mataku sendiri. Aku kembali menikmati hangat matahari. Masih terbayang pesona pelangi, masih terasa kedamaian di hati karena pesonanya.

Aku tak membenci pagi. Kembali menatap hari, bersapa dengan matahari.

Aku tak patut membenci siang. Saat terik matahari membuat peluh tak kering, matahari ada sebagai pengingat untuk menghadap Yang Penyayang.

Aku tak bisa membenci senja. Harapan esokku masih ada. Merindu matahari untuk kembali merengkuh asa.

Dia, ternyata bukan matahari. Dia hanya pelangi.

Aku maunya matahari. Berseri. Mengobati nyeri di hati. Bukan pelangi yang mampu membuatku berdiri, namun sebentar lalu pergi.

Berharap segera menemukan matahari, tapi ternyata bukan dia, bukan kamu, bukan mereka. Bukan kesalahan saat aku harus mengenal banyak orang. Someday, saat aku benar-benar memiliki matahari, i could appreciate and be grateful for them. Karena dia, kamu, mereka, adalah pelangi yang hadir di hidupku.

Mana matahariku?

Sunday, October 21, 2012

#1000HariGusDur

27 september 2012 lalu, awalnya saya ngajak pulang teman saya ke rumah mbaknya (loh, kok saya yang ngajak?:D) Teman saya yang sakit, bolos kuliah, maunya ikut saya ke rumah mbaknya, karena saya punya janji pada si mbak, yang bagi saya bagaimanapun harus segera dilunasi :D

Berangkat deh kita naik kopaja Lima Sepuluh yang penuh peluh. Sesampainya di sana, ternyata si mbak mau ke Ciganjur, ndalem Gus Dur, hormat rawuhnya Ibu dari Klaten yang dateng di acara Seribu Hari Gus Dur bersama rombongan. Yaa.. senang lah saya... Sama dua boys yang jadi driver dan asisten, kita berlima berangkat deh ke Ciganjur.

Sampainya di sana, kita dijamu makan siang di ndalem. (Action-nya kita ikut rombongan dari Klaten) haha... Bertemu Ibu, pastinya adalah sesuatu yang membahagiakan. Waktu itu saya membayangkan, kalau2 Ibu saya juga ada di sini, pasti Ibu senang bisa hadir di Haul Gus Dur, saya juga senang ketemu Ibu saya :D

Setelah lunch, kambuh deh narsisnya. Poto-poto, rebutan dipoto, haha...

Sayangnya, saya dan teman saya ga bisa tinggal di sana sampe malam pada acara puncak. Karena ada ngaji di Pesantren.. hiks. Anyway, senanglah pulang pake taksi, gratis (dibayarin teman saya:D), dari Ciganjur sampai Poins Square Lebak Bulus.

Rasa sedih, rindu taushiah terobati dengan aplotan yutub Taushiah Gus Mus pada acara malam harinya...:) Sejuk, adem, maknyuuus rasanyaa... Tercerahkan dan terdamaikan hehe, cekidot ;)


A Week of Cough

Sedikit bisa 'bernafas' untuk batuk yang segera berakhir tuntas -semoga- :D

Seminggu tersiksa batuk itu seperti ada bongkahan batu di dada, ribuan duri menusuk di tenggorokan, cairan es batu di kepala. Bbbbrr... Ini sedikit lebih menyakitkan dari zombie-zombie yang sudah biasa datang. Saat harus mempertahankan kondisi sehat di tengah batpil, kesadaranpun pecah karena oom2 zombie datang. Udah puyeng cumpleng karena flu, lha kok didatangi zombie.. x_x

Berawal dari 'kesogok' kopi gelas seribuan, menjadilah batuk saya sejadi-jadinya. Sebotol Vicks Formula 44, Sebotol Siladek, 6 saset Komik, 2 saset OBH Sase, nokomen, ga ada tanda2 batuk mereda. Dipijitin sama asisten Bu Nyai dua kali itu bikin badan sakit, tapi sedikit mengangkrehkan batuk saya. Saran Kakak saya untuk ngompres tenggorokan pake kulit pisang ga saya coba, karena saya sedikit geli mbayangke. Hahaha. Finally, saya mulai berdamai dengan batuk setelah meneguk campuran jeruk nipis, garam, dan air hangat. Suara saya perlahan mulai kembali merdu, bisa nyaman lagi nyanyi-nyanyi, buat ngaji juga enak tanpa harus diselingi batuk :D, aaaaahhhh... senang pokonyaaaa :D

Sembuh dari sakit itu seneeeng, senengnya beneran. Walaupun kali ini saya harus kehilangan berat badan 3 kilogram setelah seminggu batuk. Tak apa lah, berat badan di atas angka 40 dalam hitungan kilogram itu menenangkan. 41,2 Kg ya gapapa, besok naik lagi :D

Lebih senang lagi itu kalau lagi sakit ada temen yang nemenin :D Rasanya itu tenang walau teman ga bisa sim salabim menyembuhkan, ga ngerti harus bantu apa, yang penting ditemenin aja, rasa sakit itu bisa berkurang :) Jangan langsung percaya. Buktikan dulu. :D

Additional Lessonnya adalah; terus bersabar atas segala apapun yang terjadi. Dikasih sakit itu biar bisa lebih kuat, lebih dekat dengan Yang Rahman. Orang sakit itu ga boleh kemrungsung, ga boleh cethek atine, nesunan, itu kata Kakak laki2 saya pada suatu ketika dulu... :D

Terima kasih, Wahai Yang Maha Baik... Terima kasih, teman saya yang baik. Terima kasih semua semesta yang baik... :D

Okesip... Batuk, batuk... Kamu pulang yaaa... Besok2 boleh berkunjung lagi, tapi kamu harus baik2 sama aku, jangan nakal... #BigHug ___ngok

Monday, September 24, 2012

d(^_^)b

Pingin punya satu sudut seperti ini di rumah sendiri -kelak- :D
*photo from Livingetc

Apa Saja


Apa saja yang pernah engkau fikirkan
Tanpa sengaja aku merasa
Tentang cinta yang dulunya pernah ada
Tapi dimana engkau kemana

Biarkanlah hatiku merubah hatimu menjadi bahagia
Biarkanlah sang waktu merubah sedihmu menjadi bahagia
Selamanya...

Rayya, Cahaya di Atas Cahaya

Berawal dari kebetean dan lunturnya nicemood akhirnya saya sedikit memaksa kakak saya untuk menipisi dompet. Dari kediaman paman saya di Kedoya, kami pun Mengejar 'Rayya, Cahaya di Atas Cahaya', Let's watch!

Serius ga nyesel nonton film ini. Pada dasarnya saya adalah penikmat tulisan Cak Nun. Jadi film yang skenarionya juga ditulis oleh Cak Nun ya tak perlu berotot untuk memahami kalimat demi kalimatnya, cukup menikmati, mengalir begitu saja. Touching banget!



menunggu angkot
yeah, i got it!
Rayya (Titi Sjuman) adalah artis #1 di Indonesia yang tengah menjalani proses pembuatan autobiografi dengan pemotretan sepanjang perjalanan Jakarta-Bali. Keangkuhan dan kekerasan hati dan pikirnya membuat tim penyusun autobiografi -yang terdiri dari fotografer, perancang busana, editor, dan beberapa orang di dalamnya-, harus seribu kali lebih sabar menghadapi semua ulahnya.

Perjalanan dimulai bersama Kemal (Alex Abbad) sang fotografer dengan tanpa membawa asisten fotografer sesuai permintaan Rayya. Perjalanan itu dimulai bersamaan dengan rasa sakit hati Rayya atas cinta yang ia berikan kepada seorang pilot bernama Bram, yang baru mengaku pada Rayya bahwa ia telah beristri. Kesakitan Rayya itu kemudian perlahan memuncak menjadi amarah. Tidak satupun pernyataan manis Rayya di tengah-tengah rasa sakit hati itu.

Saat Kemal menyerah setelah sempat beradu mulut dengan Rayya dan akhirnya terusir oleh Rayya karena Rayya dibohongi, datanglah Arya (Tio Pakusadewa) sebagai pengganti Kemal. Dia adalah fotografer senior yang masih dan lebih suka memakai kamera analog. Nah, mulailah dialog-dialog cerdas antara Rayya dan Arya yang sering kali menampar saya.

Rayya yang digambarkan sangat sempurna dengan kecantikan, kekayaan, ketenarannya, mempunyai satu sisi lemah yaitu kerapuhan diri yang terlahir dari rasa sakit hati karena kasih tak sampai dan rasa ketidak tenangan dalam hidupnya. Sosok Arya hadir di tengah masalah rumit Rayya sebagai pria dewasa yang mempunyai kisah pahit di masa lalu, dicampakkan oleh istrinya, kecerdasan Arya dalam berdamai dengan masa lalu yang pahit menjadikannya kuat dalam menghadapi masalah hidup selanjutnya, termasuk menghadapi Rayya.
salah satu gambar yang saya curi di dalam theater :D
Arya berhasil menyadarkan Rayya tentang realitas kehidupan. belajar sesungguhnya di universitas kehidupan, dengan berbagai macam pilihan jurusan, mata kuliah yang sangat berragam dan tak ada habisnya, dan semua yang kita jumpai di kehidupan kita adalah guru kita.

Dalam film ini, Rayya bertemu dengan Pak Selamet, orang gila yang selalu duduk di Tugu Jogja, yang menemukan kebahagiaannya sendiri, kita yang melihatnya merasa iba dengan keadaannya, tapi bagi dia sendiri tak ada yang pantas dikasihani dengan kebahagiaan yang dia miliki. Budhe sang pengajar anak autis yang begitu telaten, ulet, dan tekun, penuh kesabaran mengajarkan banyak hal kepada anak-anak dengan keterbatasan pendengaran. Para ibu dan anak-anak pemecah batu yang terbakar terik penuh peluh tanpa keluh. Penjual karak, yang memang menjual bukan mengemis. Dan banyak tokoh pengajar kehidupan yang Rayya temukan dalam perjalanannya.

Akhirnya Rayya menyadari bahwa dia harus segera bunuh diri dari dendam dan benci. Semua itu hanya menyesakkan hatinya. Rayya beranjak dari kesabaran yang terus ia kembangkan, kemudian berprasangka baik kepada apapun (bagi Rayya, segala sesuatu mempunyai sisi baik-buruk, tergantung persepsi manusia), dan bersyukur. Bahwa sesungguhnya hidup harus move on, letting go, dan tetap hidup.Maka apa yang dicari di kehidupan ini setelah menemukan kebahagiaan dan ketenangan hidup?!
dia pun nangis -tertampar- setelah nonton
Dan terakhir, semua percakapan di dalamnya merupakan quote yang bagus. Hahahaha.... Overall, film ini membuktikan bahwa Indonesia Rayya sangat kaya akan keindahan semesta, sinematografinya keren pokoknya. Kenyang deh setelah nonton film ini, hehe... Saya dan kakak saya pun bertepuk tangan puas, walaupun hanya kami berdua yang ekspresif dengan tepuk tangan. haa

Setiap orang mempunyai perjalanan hidup masing-masing, tidak hanya Rayya. Not least, terima kasih telah merayyakan hati saya, Rayya! :) Ikhlas, Sabar, dan bersyukurlah atas apapun yang ada. Karena dalam kehidupan kita ini sangatlah sederhana untuk sekedar tersenyum.
setelah nober-dua
Cerita pribadinya, setelah puas nonton saya yang pulang ke Ciputat harus antri BTJ satu jam berdiri di shelter diteruskan satu jam berdiri di BTJ Grogol-Pd.Indah 1, dan itu bikin kaki gempor...
ini kaki mbak2 yang udah pegel nunggu BTJ di shelter
'Jangan sekali-kali bilang bahwa kebohongan itu adalah hal yang sepele' - Rayya
'Domba tidak mungkin jadi serigala, serigala mustahil jadi domba, tapi manusia bisa jadi keduanya' - Rayya
'Jangan terlalu tergesa-gesa memaafkan orang, sebelum tahu alasan-alasannya' - Arya

'Kurikurumnya itu ya kehidupan itu sendiri, sabar, ulet, tekun' - Arya's budhe
'Agama itu letaknya di ketenangan bathin dan ketepatan berfikir' - Arya
'Sayang itu tak perlu ditunjukkan dengan ayat yang mana. Cukup dilakukan dengan ikhlas' - Arya
'Nemu aja sih nggak cukup seluruh usia, mana sempet mau nyari' - Rayya

'Marah itu boleh, tapi jangan pake amarah' - Arya
'Cinta yg dalam menawarkan penderitaan, kalau cintanya sedang-sedang saja berarti dia sedang menyamar...' - Arya
'Wahai dunia, aku mencintai gemerlap kemewahanmu. Tapi aku bukan pengantinmu dan kau juga bukan pengantinku'
 yang ini foto-foto nyomot dari gugel..
ini trailernyaa..
 

Sunday, September 23, 2012

Jika

Jika layak ini disebut pengabdian, apa yang sudah kulakukan belumlah sebanding dengan apa yang sudah diberikan...

Jika harus ini disebut pengabdian, apakah dengan kelusuhan raga dan kepeluhan jiwaku saat ini sudah cukup?

Jika memang ini adalah pengabdian, apa yang kuabdikan tak akan membalas semua yang telah panjenengan ajarkan...

Sunday, September 16, 2012

*worry

Lagi-lagi tentang rasa, kekhawatiran terhadapmu yang mungkin berlebihan.
Maaf, untuk keras hati yang belum bisa kulunakkan sendiri.

-892012-

Friday, August 31, 2012

One Night Left

Malam ini adalah malam terakhir bulan Agustus. Malam Purnama kedua bulan Agustus. Malam pengantar waktu menuju pagi September. Dan, malam ini adalah malam terakhir aku berada di rumah selama liburan hari raya. Time Count Down...

Selepas maghrib tadi, membaca catatan harian Ragil merupakan sebuah harmoni kehidupan. Menambah warna kehidupanku dengan pengakuan atas kehebatan adikku. Kedewasaannya yang terlihat dalam sikap, menunjukkan bahwa kedewasaan tidak mudah diukur dengan seberapa lama kita sudah ada di dunia ini. Adikku, begitu tegar dan kuat untuk menjadi Ragilnya Bapak dan Ibu.

Kerinduannya pada Bapak serta keiriannya yang ditujukan kepada kami -kakak-kakaknya- atas waktu yang lebih lama untuk mengenal Bapak dari pada dia yang dituturkan melalui kata, mengharubirukan hati dan membuncah air mata.

Adikku, walau engkau kalah waktu dengan kami, aku yakin kau mampu untuk lebih hebat, kuat, tegar, dari kami, dan bisa menjadi kebanggaan Bapak... Bapak selalu hadir dalam hati kita, bukan? :)

Dua puluh lima hari tidaklah cukup untuk mengabdikan diriku kepadamu, Ibu... Malam ini, hati dan ragaku terasa berat untuk sekedar membayangkan  esok sore aku sudah bertolak dari Bumi Kartini. Aku ingin lebih lama lagi di sini...

Kelelahanku karena dinas di rumah jauh lebih ringan dibandingkan dengan bagaimana lelahnya Njenengan, setiap hari mengejar matahari untuk kami, anak-anakmu. Aku ingin meringankan bebanmu, Ibu... Walaupun apa yang bisa kulakukan hanya sedikit dari tugas dan kewajibanmu.

Saat matahari terbenam, aku bahagia kau terlelap layaknya membayar lelahmu, menggantikan energimu yang seharian terkuras. Saat matahari belum terbit, aku lebih bahagia melihat matmu terbuka, mengawali harimu dengan munajat kepada Yang Hayy, Yang Hafidz...

Ibu... trima kasih untuk kesabaran dan ketegaran yang selalu kau ajarkan kepadaku... Meski aku belum mampu meneladanimu, ridloilah aku dan selalu doakan aku...

Aku akan pergi dengan membawa cinta untuk kubawa kembali...

Tuesday, August 28, 2012

Yap, Aku 'Cukup-Sekian'kan :D

Karena aku meyakini hanya kebenaran Tuhan yang benar benarnya...

Aku mencoba menghapusmu dari kehidupanku, tidak lagi ingin melihat warnamu, tidak juga mau menyentuh siluetmu. Begitu jahat kah aku dengan demikian itu? Tapi sepertinya kau sengaja tumbuh dalam ingatan. Ah, bukan... Biarlah apapun tentangmu kujadikan kenangan, tidak terlalu manis kok akhirnya :D

Aku bukanlah anak kecil yang jika menangis akan segera diam jika disodorin permen, cokelat, es krim, atau mainan. Terlalu menyakitkan bagiku saat aku harus mempertahankan cita-cita bersamamu. Mungkin Pastinya kau juga merasakan sakit hati yang tak kalah nyerinya denganku.

Yang ada kini hanya kata 'andai', andai dulu aku tak pernah memulai dan memupuk cinta kepadamu. Andai dulu aku berani untuk segera mencukupkan. Andai aku tak pernah memelukmu. Dan yang tersisa kini hanyalah dosa yang biar kutanggung sendiri.

Sudahlah, aku tak mau kembali mengingat, lagi dan lagi. Berbicara denganmu rasanya hanya menghabiskan energi. Anggap saja ini sebuah drama yang harus segera diakhiri.

Setelah tak lagi sedikitpun simpati padamu, seiring itu mungkin kau akan lupa tentangku dan membenciku.

Terima kasih telah pernah mencintaiku. Maaf, karena aku tidak benar-benar mencintaimu. Tapi, aku tidak benar-benar membencimu. Biarlah kebenaran bersemayam di tempatnya. Tuhan telah mempersiapkan segala cerita yang tak pernah kita tahu.

Sunday, August 26, 2012

Amarahku Adalah Kekhawatiranku

Pagi ini, telah kusiapkan cinta yang manis untuk kembali kau santap, menjadikan hari-harimu lebih bersemangat. Setelah kau tatap mataku seraya berterima kasih, tanpa kau kecup keningku kau menghilang dari pandanganku. Aku menunggumu, Sayang… Karena kau telah berjanji hari ini kita akan menghabiskan matahari bersama-sama.

Aku lama menunggumu. Waktu yang kau janjikan sebagai start kebersamaan kita hari ini sudah terlewat. Aku mulai cemas, khawatir, dan… takut kehilangan dirimu. Bayangan masa lalu seketika datang, aku sangat takut  untuk kau tinggalkan, bahkan untuk kau duakan.  Kejadian masa lalu telah membekaskan trauma di jiwaku. Apakah, jika saat itu kurelakan kau bersamanya, kau akan bahagia? Atau jika saat itu aku mau untuk kau bagi cintamu dengan yang lain, apakah kau yakin kau akan adil? Jika iya, aku hanya menyayangkan kenapa dulu aku tak menyetujui permintaanmu. Senyatanya kita tidak pernah tahu tentang masa depan. Aku tak ingin kebahagiaan yang telah kita perjuangkan kau hapus begitu saja. Aku terlalu takut untuk kecewa.
Dugaan-dugaan dalam hati akhirnya kutumpahkan kepada anakku setelah kau diam saat aku tanya “dari mana?”, aku tak mampu mengendalikan amarahku barang sedetik. Aku ingin marah di hadapanmu tapi aku tak ingin kau balas dengan murka. Aku tetap ingin menjadi garwamu yang taat…

Kita tidak lagi pengantin baru, usia pernikahan kita sudah melewati setengah usiaku yang berkepala lima. Apakah aku yang selalu saja kekanak-kanakan atau kau yang lagi-lagi tak pengertian? Aku ingin menikmati usia senja kita bersama anak-anak dalam kedamaian, dalam kebahagiaan yang sesaat lagi sebelum kita kembali pada Penggenggam Semesta. Biarlah kebenaran bersemayam di tempatnya…

Maafkan aku, anakku…
Aku ingin selalu menghormati dan memulyakan suamiku, namun amarahku selalu menghukuminya.

Maafkan aku, suamiku…
Untuk menjadi istri yang selalu muda dan sempurna aku tak bisa…

Thursday, August 16, 2012

Do It With Love

Jangan lepaskan genggamanmu...
Yang aku inginkan, tak lain hanyalah melihatmu bahagia...

Tak akan kubiarkan siapapun mengganggumu, pun makhluk kecil di kepalamu, Nak...
Belajarlah menjadi wanita sejak dini, Ndhuk...
Walau usiaku renta, aku senang kau mengajakku bercanda, sayang...
Ayo bermain sesuka hati, kawan...

I love you, brother...
Adakah waktu yang lebih lama dari selamanya?

Monday, August 13, 2012

Anggur Asam :D



Aku biasa menyapanya melalui sebuah pesan singkat yang dalam hitungan sepersekian detik sampai di tempatnya. Memang, aku tidak terlalu sering menghubunginya walau sekedar menanyakan kabar, begitupun dengannya. Sepekan, dua pekan, atau bahkan hampir selapanan kita tak bertegur sapa. Ini ramuan rindu mungkin :D

Obrolan ringan melalui short messages yang seringkali menambah bahan untuk kuceritakan pada anak-anakku kelak dan pelajaran berharga yang tidak selalu bisa kudapat dari sekitarku, menjadikannya recommended teacher untukku dan siapapun yang mau. Haha…

Saat itu, seperti biasa aku saling bertanya kabar dan sedikit melaporkan masing-masing kegiatan ter-update. Kemudian hobiku untuk minta cerita pun kembali dikabulkan. Kali ini ceritanya sungguh membuatku terperangah, seberapa dalam dia bisa melihatku meski kita tengah berjarak jauh?! (atau karena hatiku yang lagi banget-banget sensitifnya kali yaa?! haha)

Awalnya dia bertanya, “Tahu ga’ psikologi anggur asam?” karena aku jawab “Tidak.” dia pun mulai bercerita seperti seorang ayah :D

-dengan mengubah beberapa ejaan dari pesan singkatnya-
Dahulu kala ada seekor musang yang menemukan sebuah anggur di bawah pohon. Setelah dimakan ternyata dia merasakan kelezatan anggur tersebut, rasanya manis. Dia pun berharap buah anggur yang ada di atas pohon di dekatnya bisa dia ambil karena dia yakin rasanya pasti sama dengan yang sudah dia makan. Setelah lama musang itu berusaha mendapatkan anggur tersebut dan tidak juga berhasil, akhirnya dia pun berkata “Ah, paling juga anggur di atas itu asam rasanya!”
Well, saat aku tanya “Apa pesan moralnya?” dia pun kembali berceloteh…

“Kamu tahu lagu Adele yang berjudul Someone Like You?’”

O ow… Let’s talk about love :D

“Dalam hubungan cinta seseorang terkadang hubungan hancur di tengah jalan. Tuk bertahan hidup dia harus berkata layaknya musang tadi, “Ah, dia pasti ga sebaik yang aku bayangkan. Kalaupun dia memang baik, aku akan menemukan someone like him/her.” Nah, itulah lagu Adele yang berjudul anggur asam. Hehe… “
 
Seketika itu aku tersindir dengan guyonannya itu. Oke, kita sedikit mengulas tentang perjalanan hidup dan cinta.

Yap, dia benar. Saat cerita romansa kita tidak berujung indah, kita tidak seharusnya memelihara galau (Sebenarnya apa sih galau itu? Go Always Listening Always Understanding? Haha), atau bahkan mematikan energi hidup kita hanya karena putus cinta. Wealah, Ngger… bikin hidup terasa semakin tak berarti saja kalau gitu. We have to walk forward, on and on…


Memang tak mudah untuk terus melangkah ke depan tanpa mempedulikan masa lalu. Ups, keliru, tepatnya… lebih baik kita jadikan masa lalu sebagai pelajaran dan koleksi pengalaman. Toh, setiap apapun yang terjadi pastinya mempunyai sisi positif dan negatif, mana yang lebih dimenangkan ya tergantung si aktor.

Namun, jika -mentok banget- terasa berat dan sangat tidak menenangkan, lebih baik buang spion kanan kiri sehingga kita tidak melihat ke belakang :D


Bagaimanapun, bagiku, masa lalu bukanlah bagian yang harus dilupakan. Dia merupakan a part of life yang sudah terlukis oleh tangan kita dan tidak bisa kita hapus. Kita hanya bisa menambahkan warna agar lukisan tersebut terlihat indah. Berdamai dengan masa lalu adalah sebuah solusi agar kita aku tidak memusuhi apa dan siapa yang meng-anyel-kan hati di ruang dan waktu yang telah lalu.

Itu tidak mudah! Aku harus membuat perjanjian khusus dengan pikiran dan perasaanku agar tidak terjadi pertengkaran dahsyat yang bisa merugikanku sendiri, juga selalu meminta kepada Yang Maha Bijaksana agar aku dilimpahi kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan menyikapi permasalahan serta kebaikan budi pekerti. (Ngomong opo tho iki?)

Akhirnya, saat kehidupan kita sedikit terusik oleh urusan hati dan percintaan yang justru menyakitkan (koyo to; ditinggal nikah, diduakan, dikhianati, ga cocok lagi, misunderstanding mulu, miscommunication, dll) marilah mengumandangkan lagu Adele yang berjudul Anggur Asam. #eh...

Bangun dan teruslah hidup:)

Sunday, August 12, 2012

Aku Menjagamu, Dia Selalu Menjagamu

Namaku Aini. Nama yang diberikan oleh kedua orang tuaku yang buta. Nama yang indah bagi mereka, menjadi mata dan penyejuk mata, begitu ujar mereka. Bagaimanapun orang lain memandang hina kedua orang tuaku karena kebutaannya, aku selalu bersyukur memiliki mereka yang selalu melihat keindahan semesta dan keangkuhan dunia dengan mata hatinya yang tulus.

Aku tak lama hidup bersama seorang Bapak, usiaku saat itu belum cukup untuk menjadi murid sekolah dasar. Bapak kehilangan nyawa karena tertabrak mobil yang melaju kencang saat ia ingin menyebrangi jalan. Sejak saat itu, aku tak mau melepas Ibuku bepergian sendiri. Aku selalu menemani Ibu saat ingin keluar rumah. Hingga akhirnya aku sudah cukup umur untuk bersekolah, aku mulai belajar melepasnya dengan memaksa tongkat yang selalu ia bawa untuk selalu menjaganya.

Aku masih sangat ingat bagaimana kekonyolanku saat kecil dulu, selalu berbicara dengan tongkat besi Ibu sebelum aku berangkat ke sekolah. Akan mengutuk tongkat itu kalau terjadi sesuatu pada Ibu dan tidak mau lagi berteman dengannya bahkan akan membuangnya. Aku menganggap tongkat itu mempunyai nyawa layaknya manusia. Sungguh, hal itu lucu saat aku mengingatnya sekarang ini…
Aku sudah berseragam putih abu-abu sekarang ini. Suatu kebahagiaan yang tak ternilai harganya. Rizki yang diberikan Tuhan kepada keluargaku meyakinkanku kembali bahwa Tuhan Maha Pemberi, memberikan rizki kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Ibuku yang berperan menjadi Bapak sekaligus mampu menyekolahkanku hingga jenjang sekolah menengah atas sekarang ini.

Hari ini sepulang sekolah, di angkutan umum aku duduk berdampingan dengan seorang Ibu paruh baya, mungkin seumuran Ibuku, membawa tongkat yang tak jauh beda dengan milik Ibuku, sesekali matanya berkedip berusaha membuka, tetapi tak kulihat bola matanya. Ingatanku tiba-tiba berada di suatu masa dulu…

Aku, Ibu, dan tongkatnya, duduk tepat di belakang supir sebuah angkutan umum. Aku masih suka memakai jepit rambut pita, mungkin juga masih ingusan, masih belum menyadari bahwa tongkat itu tidak bernyawa. Aku hendak mengantarkan Ibu ke salah satu klinik pengobatan karena satu minggu terakhir Ibu mengeluhkan matanya yang terasa sakit.

Di angkutan umum tersebut banyak penumpang yang memperhatikanku dan Ibuku. Aku yang cuek dengan tatapan mereka terus saja bernyanyi sesukaku, sesekali menggoyangkan badanku seolah mengikuti irama musik khayalanku saat itu. Ibuku terus saja mencubit tanganku yang menggenggam uang dua ribuan untuk ongkos, mengingatkanku agar tidak berisik dan memperhatikan jalan agar tidak lena. Ya, setiap kali bepergian dengan Ibuku akulah yang menjadi penunjuk jalannya.

Hampir saja aku lupa untuk lapor ke supir untuk berhenti, untung saja bapak supir ingat di mana kami harus turun karena saat naik Ibuku sudah bilang kepadanya kemana tujuan kami. Ibuku turun terlebih dahulu dibantu penumpang yang duduk di dekat pintu. Saat aku menyerahkan ongkos kepada supir, dia bilang, “Udah ga usah. Dibawa aja, Neng. Hati-hati nyebrangnya ya.” Sejak itu, aku menyadari satu hal bahwa tidak semua orang jahat kepada Ibuku. Tidak semua orang akan menghina kebutaan Ibuku.

Lamunanku tersadar saat Ibu buta tadi hendak turun. Aku tidak berreaksi cepat hingga Ibu tersebut sudah bisa menepi ke ruas jalan. Dari kaca jendela mobil aku melihatnya menyebrang jalan dengan selamat.

Saat aku tidak bisa selalu menemani dan menjaga Ibuku, aku yakin Tuhan Yang Maha Menjaga selalu menjaganya…

Thursday, August 9, 2012

Is It You?


Happiness is...

Kebahagiaan, tidak 'ya' saat kita 'tidak', bukan 'tidak' saat kita 'ya'. Yen iyo mosok ora, yen ora mosok iyo

A Third Left


Day #18
Hari ini adalah Ramadlan ke-18, hari pertamaku berada di kampung halaman.

Perjalanan yang berbeda dari biasanya. Senang rasanya berhasil membawa temanku ke rumah. Kemarin sore, aku dan ketiga temanku bertolak dari Ibu Kota, mudik critanya! Ditelfon dua kali oleh agen bis -karena tinggal kami berempat yang ditunggu- adalah sesuatu, pake’ banget. Deg-degan, cemas, kalau-kalau karena telat tak ada lagi kepercayaan dari Pak Lik yang baik hati. Haha… akhirnya tepat pukul lima sore armada black bus community meninggalkan terminal.

#1 Ramadlan
Meski jauh dari Ibu dan saudara-saudara, kekeluargaan masih bisa kurasakan bersama keluarga Pamanku. Sore, hari terakhir bulan Ruwah, aku berangkat dari Ciputat menuju Kedoya. Kejadian-kejadian kecil yang berharga aku dapatkan sore itu. Salah satunya adalah bertemu dengan seorang Ibu tunanetra bersama anak kecilnya di angkot, serta bapak supir angkot yang baik. Si kecil yang menjadi guide sang Ibu, di mana mereka berdua harus turun, dan ongkos yang dibebaskan oleh Bapak Supir. Sungguh, pemandangan yang sangat menentramkan hati.

Tarawih pertama bersama adik sepupuku di masjid Metro TV, karena rumah pamanku dekat dengan Metro TV, juga merupakan pengalaman pertama yang berkesan. Ternyata, tidak sedikit orang-orang yang masih bekerja menyempatkan dan meluangkan waktunya untuk tarawih berjama’ah.

Siangnya, tiket gratis the Amazing Spiderman menjadi teman menlewati waktu siang menuju bedug maghrib, lumayan lah… tu film bener-bener amazing. It’s mostly told about responsibility.

#4 Ramadlan
Menjemput adikkakakku dari tempat pengabdian sebulannya.
***

#20 Ramadlan
Aku kembali meneruskan menulis pada setelah kunjungan agung dari teman-temanku:), trima kasih tak terhingga, semoga kunjungan kalian akan terulang di lain waktu dengan porsi waktu yang lebih lama, hehe

Aku mau nulis apa ya?!

Ramadlan kali ini cukup mengesankan, walau ada beberapa hal yang mengganggu ketenangan pikir dan hati, tanpa berniat acuh tak peduli pada masalah, aku memilih untuk banyak diam tanpa mengutarakan dengan gambling apa yang ada dalam pikiranku. Maaaaf… saya tidak bermaksud menyakiti njenengan dan tidak juga berniat forget you at all elements. Tapi, karena saya tidak lagi bisa menghadapi njenengan. Maybe in a several time, maybe at all along time.

#5 Ramadlan
Aku mulai -ikutan- mengisi acara Studi Ramadlan di salah satu Yayasan Pendidikan tingkat SMP. Sebuah sekolahan yang elit dan mengerikan. Banyak cerita yang inspiring kudapat di sekolah tersebut. Keterkejutan yang membuatku hanya bisa ber-oh, hah, dan geleng-geleng kepala juga merupakan reaksi atas apa yang aku temukan di sana. Lain waktu akan kukemas pengalaman ini, semoga:)

#14 Ramadlan
Bahagia rasanya berada di tengah-tengah keluarga baru yang kutemukan dalam sebuah institusi. Menjadi seorang “Kakak” untuk adik-adik yang belajar mengaji tidak hanya menyulut semangat untuk lebih tekun, tetapi juga lebih mengerti betapa berharganya sebuah hubungan baik antar rekan kerja :D trima kasih sajian seafoodnya dalam buka bersamanya, kakak-kakak…

#16 Ramadlan
Mengantri di salah satu konter makan selama hampir satu jam itu sesuatu banget. Tapi demi nuruti ngidam yang sudah cukup lama belum terpenuhi, everything I do dah… :D, hari itu merupakan hari terakhir makan pada waktu maghrib pada bulan puasa di Ciputat sebelum pulang kampong (ribet amat dah bahasanya.. mau bilang buka puasa, tapi ga puasa:D )

A third left of Ramadlan 1433 H
Semoga hidup kita semakin berate dengan menjadi manusia yang bermanfaat…

Sunday, July 15, 2012

Memohon Untuk Tetap Tinggal ...


Saat aku mulai menulis kembali, sekarang ini, kamu sedang di mana?

Ah, aku dan kamu baru saja bertemu, saat ini kita tak bersama pun just for a several time, namun aku selalu ingin melewati hari-hari bukan tanpamu. Kembalilah sejenak, sejenak lagi...


Thursday, July 12, 2012

Mengejar Kematian


“Bapak mana, Bu?” Tanyaku saat keluar dari kamar.

“Bapak sampun tindhak pagi-pagi tadi, ada borongan, alhamdulillah.” Jawab Ibu.

Aku kembali ke kamar, bersiap ke kantor, bergelut kembali dengan duniaku, jurnalistik.

Bapakku seorang sopir truk. Ibuku seorang Ibu rumah tangga. Adikku masih duduk di bangku sekolah menengah. Keluargaku berkecukupan. Gajiku sangat cukup untuk menghidupi empat nyawa tiap bulannya, aku minta pada Bapak agar tak lagi bekerja, tapi Bapak menolak, selalu menolak.
Aku masih sangat ingat bagaimana dulu Bapak berjuang mendapatkan rizqi untuk mencukupi keluarganya. Aku masih belum tahu bagaimana  menghasilkan uang yang banyak. Aku hanya sesekali berkeliling perumahan di depan kampung yang kami tinggali, menawarkan donat buatan Ibu yang enak. Itu dulu. Sekarang jajanan buatan Ibu itu sudah kalah dengan jajanan berlabel bagi penghuni komplek perumahan.

Perjuangan Bapak waktu itu bisa kulihat pada wajah lelah saat tidurnya, makan malam yang begitu lahap walau dengan lauk seadanya, semua itu dilakukan untuk kami. Bapak selalu bersyukur dan mengajarkan kami mensyukuri apa yang kami punya, walau tak banyak, asal baik dan halal.

“Ran berangkat dulu, Bu.” Kucium tangan Ibu, tangan yang lembut dan penuh ketulusan.

Ati-ati ya, jangan larut malam pulangnya.” Pesan Ibu.

“Ran ndak janji, Bu. Tiba-tiba ada kejadian yang harus diliput ya Ran ndak bisa pulang cepat.”

Aku bekerja di salah satu channel televisi swasta sebagai seorang wartawati. Selepas SMA, aku mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi di salah satu sekolah jurnalistik.

Pekerjaanku sekarang ini menuntut aku untuk menjadi perempuan tangguh. Aku harus berkejaran dengan waktu, mengejar berita, dan tak mau terkejar oleh wartawan sainganku. Aku selalu terobsesi untuk menjadi yang pertama dalam mendapatkan berita.

Sebenarnya aku tidak begitu nyaman dengan apa yang aku kerjakan ini. Tapi entah, bagaimana lagi. Akhir-akhir ini aku selalu dikelilingi gakta-fakta yang menakutkan, mengerikan, memilukan, menyedihkan, dan semua itu harus kuliput.

Terkadang perasaanku berwujud amukan, hatiku berontak pada apa yang aku kerjakan. Namun, aku belum mempunyai keberanian untuk menghentikan ini semua. Ini masih menjadi pilihan dalam satu perjalanan hidupku.

Ponselku berdering, satu sms singkat dari rekan kerjaku.
Kecelakaan. Kampung Sawah. Get it now. Let’s go

Aku segera berkemas. Tas yang selalu menemaniku saat meliput berita di lapangan segera kusandang, berlari kecil menuruni anak tangga. Rekanku sudah ada di tempat parkir.

Kali ini aku kembali akan menulis sebuah berita pilu. Aku menerawang lewat kaca mobil, menatap langit yang siap berganti warna gelap, berharap kecelakaan yang akan aku liput tidaklah kecelakaan maut yang memakan korban.

Aku sudah ada di tempat kejadian. Sepuluh menit perjalanan. Ruas jalan ini sudah ramai, garis kuning polisi sudah mengelilingi lokasi. Mataku mencari saksi mata. Kukejar info darinya, dia bilang kecelakaan ini terjadi karena sopir membanting stir ke kanan jalan menghindari anak kecil yang tiba-tiba lari ke jalan, malangnya sopir itu tidak bisa mengndalikan kemudi sehingga menabrak 3 pengendara motor. Dua tewas.

“Kecelakaan maut. Lagi.” Gumamku.

“Sopirnya diamankan polisi, Neng. Di sana.” Jelas Bapak separuh baya yang sudah kuminta keterangannya sambil menunjuk ke satu arah.

Aku segera mendekat ke tempat yang ditunjukkan orang tadi. Seorang lelaki beruban menunduk lemas di hadapan polisi. Aku lebih mendekat. Siap membidik wajahnya.

Mataku terbelalak. Jantungku berdetak sangat cepat. Dadaku sesak. Aku tak sanggup mengendalikan amukan hati ini. Pandanganku kabur. Tubuhku gemetar.

“Ayo, Ran!” Kawan kerjaku menyadarkan.

Air mataku menetes deras.

Lelaki beruban itu adalah Bapakku.

no more

Menulis tentangmu setiap malam, itu yang aku inginkan. Menyatakan semua keindahanmu ke dalam kata, semua kebaikanmu ke dalam prosa, itu yang aku inginkan. Karena bibirku selalu kelu tak mampu mengucap, bibirku tak sanggup bertepuk untuk bersuara.

Malam ini, tanganku pun tak kuasa mewujudkan kata, menciptakan prosa, untukmu. Maafkan aku, sayang... Malam ini tak ada satu ungkapan pun yang mampu kutulis untukmu...

Aku tergugu dalam pilu.

Wednesday, July 11, 2012

Aku Masih Ada

Entah keberadaanku masih kau anggap atau tidak. Yang jelas aku masih ada, di sini. Aku tak kemana-mana, hanya sesekali berkali-kali mengurungkan niat untuk berwajah di depan matamu, juga tak bernyali untuk menyuratimu walau sekedar ingin tahu kabarmu. Apa kabar kau, duhai?

Aku masih sering menilik semua wajah mayamu. Bagiku itu cukup untuk tahu kau masih di sana dengan entah mengenalku atau tidak. Itu tak mengapa, karena aku tak ingin memaksamu untuk selalu mengingatku, tidak melupakanku, apalagi memintamu untuk menganggapku ada dalam hidupmu bahkan bermakna untuk kehidupanmu.

Yah... Jika harus sekarang juga atau nanti aku pergi, aku mohon jangan membiarkanku tercekik karena kehilangan esensi kata maaf dan terima kasih.

Monday, July 9, 2012

Rasanya Itu...

Belum tentu kamu bisa merasakan apa yang aku rasa. Begitu juga dengan aku. Tak bisa aku mencerna lakumu dengan baik yang mungkin tak sama dengan apa yang kamu rasa.

Tahukah kamu bagaimana perasaanku saat kamu ginikan? Rasanyaaaa... ingin mencabik-cabik, berteriak, menyampaikan amarah tanpa ramah padamu, dan aaarrrrggghhhhhh, begitu tak tenangnya aku dalam perjuangan menyeimbangkan kesadaran otak dan hati!

Tuhaaan... Sembuhkan dan jauhkan aku dari segala macam penyakit hati.

Mengantarmu

Ingin rasanya siang ini berada di Bumi Kartini kemudian menuju Kota Bermenara, turut mengantarkan adikku yang akan ngangsu kaweruh di pesantren, tapi ragaku di sini... Jarak yang tak dekat ini tak mungkin kutempuh sekedipan mata.

Ragil...
Slamat meneruskan perjalanan untuk semakin dekat dengan Yang Rahmah...
Semoga niat tulusmu ini diiringi kemudahan dalam setiap langkah, keridloan dalam setiap hela nafas, kesuksesan untuk segala perjuangan. Siang ini aku hanya mampu memelukmu dari jauh, dengan doa...
#Kiss and Big Hug

Sunday, July 8, 2012

Pesan Alam

Ini seperti menulis cerita di atas kertas
Walau ceritaku tak berbalas
Berbicara dengan alam membuatku merasa lepas...

Thank You, Love

-Persawahan Leuwiliang, 7 Juli 2012 Pagi-