Monday, December 22, 2014

Selaamat Hari Ibu, Ibuk ♥

Saat kita bilang setiap hari adalah hari untuk Ibu, apakah sudah setiap hari juga kita spesialkan Ibu? Kita bilang setiap hari ada cinta untuk Ibu, sudahkah setiap hari kita menjadi anak yang baik di hadapan Ibu yang telah membesarkan-mendidik-dan mengajarkan banyak hal?

Jangan salahkan adanya hari Ibu ini, tak pantaskah kita dedikasikan meski satu hari untuk Ibu? Jangan hanya latah posting foto bareng Ibu di sosmed, pun tulisan macam ini sehari saja. Buktikan rasa, pengabdian, dan bakti padanya, setiap hari, setiap saat yang kita punya.

Berhentilah sejenak dari kegiatan rutin hari ini, tanyakan kabar Ibu, kesehatannya, keadaannya, dan khususkan doa untuk kesehatan dan kelancaran urusannya...

Selamat hari Ibu, Ibuk...
Semoga Ibuk selalu sehat, semakin kuat, semakin menginspirasi kami untuk menjadi perempuan hebat dan sosok ibu yang istimewa...

Terima kasih atas titahmu sebagai Ibuk yang sempurna, atas doa yang selalu kau khususkan untuk kami, anak-anakmu, satu per satu setiap munajat siang dan malammu.

Nyuwun pangapunten nggih, Ibuk... aku sering alpa sms atau nelfon menanyakan kabar Ibuk... i love you to the moon and back ♥♡♥♡♥

Rabbi ighfir wa ircham liummiy...

Thursday, December 4, 2014

Yes, I Will...

Hari ini tepat tujuh belas bulan aku mengenalnya. Seorang pria yang sangat menghargai dan mendukung semua kebaikan, yang mengajak untuk menyiapkan kehidupan abadi kelak, dan yang sebentar lagi akan menjadi teman melangkah beriringan hingga akhir usia. Di dunia dan di akhirat, insya Allah.

Aku bertemu dengannya pada suatu perjalanan rutin setiap pagi. Perjalanan menuju kantor yang kutempuh dengan fasilitas KOPAJA AC yang cukup menjanjikan. Dari tempat tinggalku, aku cukup berjalan sepuluh menit menuju halte busway terdekat, halte ke empat dari halte central, untuk kemudian melewati dua belas halte dengan bus KOPAJA AC menuju kantor.

Suatu pagi hari Senin, seorang pria tersenyum ramah padaku dan memberikan tempat duduknya saat aku melangkah memasuki bus. Aku pun dengan senang hati menyambut kebaikannya karena biasanya aku tak pernah mendapat jatah kursi di jam-jam berangkat kantor seperti ini. Aku membalas senyumnya seraya berterima kasih.

Dua belas halte terlewati, aku melangkah keluar bus dan menaiki tangga halte untuk menyebrang menuju kantor. Pria yang merelakan kursinya tadi tersenyum lagi dengan memamerkan deretan gigi rapinya dan berjalan mengikutiku. Aku mulai curiga dan berprasangka buruk, jangan-jangan orang ini punya maksud jahat padaku dan kebaikan 'kursi'nya tadi adalah sebuah modus?! Ah, ternyata tidak. Aku terlalu was-was saja. Tepat di tengah jembatan penyebrangan atas, aku melangkah belok kiri dan pria tadi belok kanan.

Sore harinya, saat aku menunggu bus andalanku datang, seorang pria menjajari tumpuan kakiku. Pria tadi pagi. Dia tersenyum dan kubalas senyum simpul. Kami menaiki bus yang sama dan sama-sama berdiri.

Kejadian persis seperti tadi terulang hingga lima hari kerja berturut-turut. Kami bertemu di jam berangkat kerja yang sama, dia berikan kursi tiap pagi dan mengintil jalanku di jembatan penyebrangan, lalu kami berpisah di tengah jembatan atas, dan sama-sama berdiri di bus yang sama tiap jam pulang kerja, aku lebih dulu turun dari bus, sebelumnya, dan aku tak tahu dimana dia akan mengakhiri perjalanannya.

Minggu kedua, pada Senin pagi, pria tak bernama itu berani menyapa saat aku kebagian jatah kursi kosong di sebelahnya. Entah, mungkin ini kebetulan yang direncanakan Tuhan. Pertanyaan simple tentang nama, tempat tinggal, dan kantor pun jadi perbincangan kami. Dari percakapan itu akhirnya aku tahu bahwa dia adalah perantau ibu kota dan pegawai baru di sebuah kantor swasta depan kantorku, seberang jalan. Pantas saja kami bertujuan halte yang sama tiap pagi. Mulai hari itu lah aku mengenalnya, seorang teman jalan tiap pagi dan sore.

Kami semakin dekat selayaknya teman. Saat pulang menjadi waktu yang kesannya slalu kitunggu. Terkadang kami bertemu di titik tengah jembatan atas, terkadang dia terlebih dulu menunggu bus dan rela menunggu bus berikutnya karena aku belum sampai, dan begitupun sebaliknya aku. Kami membincangkan gawean kantor yang terkadang bikin stress dan membincangkan hal-hal tak penting lainnya, seperti film, novel, kucing, travelling, kuliner, fotografi, dan sesekali menghujat perpolitikan.

Dua bulan berlalu sejak aku menganggap mulai mengenalnya. Kami bertukar nomer telepon. Perbincangan yang awalnya sebatas di perjalanan pun berlanjut di rumah, by phone. Kami mulai membincangkan hal-hal pribadi seperti karir, keluarga, sekolah, dan jodoh.

Azka, aku membawa namanya pada Ibu saat dia memberiku buah tangan dari luar kota, usai tugas kantornya. Saat itulah pertama kalinya Ibu bertanya kembali tentang pernikahan setelah tiga tahun berlalu, setelah pernikahan 'seseorangku' saat itu dengan perempuan pilihan tuan gurunya.

"Kamu suka sama dia, Nok?"

"Ibu... Kinan baru kenal, Kinan belum tahu banyak tentang dia kok Ibu sudah tanya Kinan suka?!"

"Yaa, siapa tahu kalian cocok... Kapan kamu akan menikah?"

Aku tersenyum, "Kinan insya Allah akan menikah, Ibu... doakan yang terbaik yaa..."

Pertanyaan Ibu semacam tadi yang membuat hatiku kembali bergemuruh. Ya, aku pernah patah hati pada seorang pria yang membatalkan pertunangannya denganku demi pilihan tuan gurunya, tiga tahun lalu. Namun aku sangat bersyukur, pembatalan itu terjadi sebelum pernikahan dilangsungkan. Ternyata aku dan pria yang nurut pada tuan gurunya itu tak berjodoh. Hingga aku semakin yakin bahwa semua urusan di dunia, tak lepas tentang jodoh, Tuhan merahasiakan dan merencanakan dengan sangat sempurna.

Azka selalu menghadirkan canda saat pulang kantor, saat pikiranku lelah dan tenagaku terkuras seharian di kantor. Padahal, aku lihat garis mukanya juga lelah, lebih-lebih rambut gondrongnya yang tak karuan saat sore hari menambah wajah lelahnya. Namun dia selalu sumringah, seperti muka lelahnya hanya karena ter-setting default tetapi tak berpengaruh pada moodnya.

Aku sering merasa sepi saat tak bertemu dengannya beberapa hari karena tugas luar kotanya. Saat dia sudah kembali dan kami bertemu lagi rasanya tak ada kata lain yang mewakili perasaanku selain; bahagia. Ah... kenapa aku merasa terhibur dan senang dengan hadirnya?

"Kita nonton yuk, Ken...", ajaknya suatu Jum'at sore. Ken, panggilan darinya.

"Nonton... kapan?"

"Kamu bisa kapan? Sekarang?", tanyanya sambil menyeringai.

"Jangan, Ibu aku bisa darah tinggi kalau aku pulang malam. besok aja yaa...", tawarku.

"Oke, kita ketemu besok!" wajahnya semakin sumringah.

Tidak hanya nonton film, kami sering pergi di akhir pekan untuk berkuliner dari satu cafe ke warung lainnya, juga menikmati pagelaran seni, ke taman kota, membicarakan banyak hal. Azka... teman berbincang yang menyenangkan.

Satu tahun berlalu, aku dan dia semakin dekat dan semakin banyak yang menanyakan kedekatan kami. Teman-temanku kantor sudah mengenalnya karena dia sering menghampiriku ke kantor saat pulang. Ibu dan Ayah juga menyelidiki kedekatanku karena dia sering memberi buah tangan dari luar kota. Apa salah aku berteman dengannya? Apa harus karena dia akan menikahiku aku boleh dekat dengannya?

Akhirnya tak kunafikan, ternyata aku memang menaruh rasa padanya dan jawaban dari doa-doaku selalu mengarah padanya. Namun, aku tak mungkin memaksanya untuk mengaminkan tinanda dari doaku. Maka, aku memilih diam dan menunggu...

Hingga pada suatu siang, bulan ke lima belas aku mengenalnya, aku dan dia duduk berhadapan menikmati kosongnya cangkir kopi masing-masing, terdiam, dan mungkin sama-sama memendam tanya yang ingin diutarakan... Siang itu aku memang sudah berniat dan membulatkan tekad untuk membuka pembicaraan serius tentang kedekatan kami.

"Ken..."

"Ka..."

Kami bebarengan memanggil nama. Tertawa kecil.

"Kinan... kita udah lumayan lama dekat, kamu ngrasa aneh ga?" tanyanya.

"Aneh gimana?" Aku balik bertanya.

"Kamu percaya ga sama love at first sight?" tanyanya lagi. Aku tertawa. "Aku serius, Ken..." lanjutnya, memotong tawaku. Wajahnya berubah serius, benar-benar serius. Tak pernah kudapati wajah serius dari orang yang kukenal celelekan itu.

"Saat pertama kali aku tawarkan kursi bus ke kamu, aku udah suka sama kamu. Ga taunya kita bisa dekat." Azka menghela nafas panjang, "Entah lah, Ken... Aku ga ngerti harus ngomong apa buat nembak kamu atau apa lah namanya. Sekarang aku mau kamu tahu, aku mau nikahin kamu kalau kamu mau. Kamu mau ga, Ken?"

Aku terdiam dan ga nyangka dengan bahasa lugasnya itu.

"Kamu ga bisa jawab, ya?" dia tertawa kecil lalu kuikuti tawanya. "Tapi aku serius, Ken... beneran." Sorot matanya berharap jawaban.

"Azka..."

"Ya, gimana, Ken?"

Aku kagok, dia juga salah tingkah.

"Kamu mau jawaban singkat apa panjang?" tanyaku.

"Singkat aja, Ken... jawaban panjang kaya jawab soal uraian masih sekolah." dia masih bisa bercanda di saat seperti itu.


"Serius jawaban singkat aja yang kamu mau? Kamu ga pengen tahu alasan iya atau tidaknya aku nanti?" tanyaku.

"Engga." jawabnya singkat yang memantapkanku untuk menjawab pertanyaannya juga dengan jawaban yang singkat.

"Oke... Yes, I will, Ka..."

Dua bulan berlalu, kami sama-sama mensukseskan misi di keluarga kami, memuluskan jalan menuju rembug tua. Hingga akhirnya, hari ini, pagi tadi, dia bersama keluarganya datang bertemu keluarga besarku. Aku t'lah dilamar dan akan dinikahi olehnya bulan depan.

Tuhan, mudah dan lancarkan perjodohan-Mu ini...

Friday, November 14, 2014

Can You (Just) Answer My Question?

Cerita ini bukan sekedar  tentang seorang cewe cantik, bukan juga tentang kernet KOPAJA, cerita ini tentang... meminta dan memberi. Oke, gini ceritanya...

Cewe cantik berambut lurus agak bergelombang ala-ala Syahrini, dengan soft make-up nan anggun dan bibir merah merona, duduk di sebelahku. Sesekali mengecek message di handphone-nya. Sepuluh menit KOPAJA yang kami naiki berjalan, cewe itu ask to kernet KOPAJA saat memintanya untuk bayar ongkos, "Bang, kalau mau ke Gatsu nanti bisa translit di mana, ya?"

Si abang kernet seketika terbahak-bahak, memegang perutnya, dan menunjuk muka cewe sebelahku. "Neng, transit kali, neng... translit mah alih bahasa". Nah, itu mah niat show up lebih pinter tapi jatuhnya sotoy.

Pinginnya, aku ikut tertawa terbahak-bahak, tetapi bukan pada cewe cantik sebelahku. Melainkan pada kernet KOPAJA yang keterlaluan itu... yes, karna aku sangat terganggu dengan kelakuannya barusan.

Kernet KOPAJA tadi berlalu dari kami. Wajah cewe sebelahku memerah senada dengan lipstik yang ia pakai. Kernet itu berlalu, hanya berlalu, tanpa meninggalkan jawab atas pertanyaan dari si penanya. Apa mungkin, kernet tadi lupa kalau dia sedang ditanya, sedang dimintai sebuah jawab, bukan diminta untuk berkomentar tak berjawab?

Komentator telah mengakar dimana-mana...

mbuh, ra weruh!

Wednesday, November 12, 2014

selamat Hari Ayah, Bapak...

Aku tak lihai lagi mengolah kata, untuk menunjukkan betapa aku mencintaimu tanpa bosan... words cant describe how much i love you, Bapak... percaya laaah aku bener2 cintaa

Tapi hari ini, biarlah aku ungkapkan kembali rasa trima kasihku padamu atas semua pengajaran dan pengarahan terindah, meski kau tak berkesempatan melihat hasilnya hingga hari ini...

Trima kasih telah menanam pohon rindu yang tiap hari semakin tumbuh dan berbuah, kini aku mengerti betapa Tuhan dengan eloknya memberi hikmah dalam setiap langkah...

Bapak... someday... mungkin aku akan menemukan seorang pangeran yang akan menjadi teman berbagi, penguat langkah, dan belahan jiwa hingga sisa usia (cieee...) tapi sampai kapan pun, kau tetap menjadi My King! ♥♥♥

slamat hari ayah, Bapak....
al-faatihah...

Tuesday, June 24, 2014

Pahargyan Dhaup Yunita & Ardhana

Tidak bisa diungkapkan dengan runtutan kata di atas kertas putih, rasanya tak mungkin cukup diluapkan dengan kata seindah apa pun. Pokoknya, sangat bahagia, penuh keharuan, berlimpah syukur. Tak hanya satu, dua, atau sepuluh orang yang berbahagia, semua bahagia.

Alhamdulillah, Sabtu, 14 Juni 2014, anak mbarep Ibuk melepas masa lajangnya (adiknya yang pas -MasOni- pasti seneng, antrinya selesai, haha).

Ibuk yang luar biasa, darimu kami belajar bagaimana membangun dan membina hubungan sosial dengan sesama. Bahagia dan haru membuncah, melebur jadi satu, ketika kami lihat ternyata sangat banyak orang-orang yang menyayangi Ibuk.

Banyaknya sedulur, tetangga, kawan, yang hadir dalam acara, membantu, meringankan beban, serta melangitkan doa tak bisa kami balas selain dengan doa, Jazakumullaah ahsan al-jaza`... Terima kasih kami haturkan kepada panjenengan semua atas segala support yang diberikan dari mulai persiapan mantu, prosesinya, dan pasca acara. Hingga rasanya kekurangan di sana-sini dalam acara terganti dengan kebahagiaan tak terbilang.


Puji syukur, Allah Maha Baik, kebahagiaan kami merupakan anugerah yang kesekian ribu Allah limpahkan. Terima kasih, Allah... Terima kasih... Terima kasih...

Selamat menempuh hidup dengan status baru, Mba Nita dan Mas Dhana. Semoga dapat membina keluarga yang sakinah, mawaddah, dan penuh rohmah...

Akhirnya, seringkali pictures say everything than words...
Jum'at, 13 Juni 2014
proses penurunan berkat - matur nuwun, nang haidar :)
nata berkat - matur nuwun, nduk cangi :)
hajatan
go greeeeeeeen :D
calon besan datang
Tia the Bride :D
mbah Rayiiiii :*
senyum bahagia :)))))

ada yang metungul tinggi di belakang :D
matur nuwun rawuh dan doanya, keluarga bojonegoro
Nonem Band
Shiefila family - bogor
owner Kembar Catering
penampilan istimewa Imel
3 keluarga sahabat Bapak :)


keluarga mbah Bahar Bandung
mantene cengengesan :p
gift
terima kasiiiiiih

Tuesday, January 21, 2014

Karena Wanita...

Ribuan hari aku menunggu kabar kedatanganmu untuk menemani hari-hariku juga untuk melengkapi hidupku. Andai kau tahu, betapa sungguh hati ini tersiksa karena kerinduan tak terbatas dan belum terbalas. 

Telah kukerahkan semua usahaku agar kau segera hadir di kehidupanku. Doaku memohon kehadiranmu pun tak pernah lupa kulangitkan setiap saat. Karena aku sungguh merindukanmu. Merindukan kehadiranmu, sayang… 

Kepada-Mu, semua harapan kusandarkan. Karena sehebat apapun usahaku dalam mewujudkan anganku, jika kehendak-Mu belum sejalan dengan anganku, maka anganku tak mungkin terwujud. Aku tak meragukan kasih sayang-Mu kepadaku, sungguh tak meragukan kuasa-Mu kepada seluruh alam.

Bukankah Kau memberi jawaban doa yang sangat menyenangkan kepada Nabi Zakariya?! Kau berkata kepadanya, “Aku memberimu kabar gembira, kamu akan mempunyai seorang anak.” Kemudian saat Zakariya menganggap hal itu aneh, “Bagaimana mungkin? Istriku adalah seorang yang mandul dan aku adalah lelaki jompo.” Kau pun berfirman, “Huwa ‘alayya hayyinun, mudah saja bagi-Ku. Tidakkah Aku ciptakan kamu dari ketiadaan?!” 

Aku cemburu pada setiap ibu. Mencemburui setiap detik kasih sayangnya kepada darah dagingnya. Ijinkan aku turut merasakan apa yang telah mereka rasakan. Aku juga -sangat- ingin menjadi seperti mereka. Menjadi madrasah al-‘ula untuk anakku. Menyempurnakan kodratku sebagai wanita. 

Jika saat ini belum waktunya, luaskanlah lagi kesabaran dalam hati hingga tiba waktunya. Jika kesedihan atas kerinduanku tengah merajai hati, peluklah aku lebih erat dari pelukan-Mu setiap saat. Aku tak akan pernah bosan mengusahakan tercapainya angan. Aku pun mencoba untuk slalu tak pernah lelah memohon kepada-Mu. Karena aku yakin Kau tak akan berkata, “Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi.”