Wednesday, January 2, 2019

Gara-Gara Terserah

"Mas, mau ngunjuk apa?", tanya istriku.

"Terserah", jawabku singkat. Setelah sebelumnya kuminta dia membuatkan minuman hangat.

Tak lama berselang, Denok, istriku, datang membawa segelas air putih hangat. Lalu ia menyusulku duduk berdampingan di kursi beranda rumah, merasakan sisa-sisa hujan semalam.

Aku sedikit menahan kaget. Kulihat istriku menangkap keanehan wajahku, secepat mungkin aku tersenyum padanya.

"Ada yang salah, mas?", tanyanya. Curiga.

"Engga... makasih yaa...", senyumku semakin mengembang, geli.

Berdua saling bertukar cerita, sesekali menyapa tetangga yang lewat depan rumah. Mengenalkan istriku kepada tetangga yang kemaren berhalangan hadir dalam pesta ngunduh mantu.

Tak lama, Ibuku keluar menengok kami berdua di depan rumah

"Lho... belum wedangan tho, Le?" Sapa Ibuku, lalu masuk kembali ke dalam rumah.

Kulihat wajah istriku yang bingung, cemas, dan takut. Kusunggingkan senyum dan kembali bercerita tentang masa kecilku.

"Iki wedange... kita coba pakai gula batu ini. Oleh-oleh dari teman kuliah Ibu, kemaren rawuh ke mantenanmu, Le.. Nok... Ternyata sampai sekarang, di daerah Brebes kalau wedangan isuk ya pakai gula batu ngene iki", Ibuku datang membawa nampan berisi gelas-gelas wedang teh dan beberapa plastik kecil gula batu.

"Nok... kita bikin pisang goreng sebentar, ya... tinggal goreng, Ibu sudah bikin adonannya", ajak Ibuku pada menantu barunya.

"Injih, Bu...", jawab istriku cepat, agak terkesiap.

Sebelum mengikuti langkah Ibuku yang sudah masuk kembali ke dalam rumah, Denok menoleh padaku.

"Mas, ternyata kalau pagi njenengan wedangan teh gini ya?!" wajahnya panik, antara malu dan merasa bersalah. Mungkin sambil menahan kalimat setelahnya; kenapa ga kasih tau aku?! .

No comments:

Post a Comment